Kemegahan Arsitektur Borobudur
Bangunannya terdiri dari sepuluh tingkat. Strukturnya terbuat dari setidaknya 55.000 meter kubik batuan yang sudah dirapikan bentuknya. Disusun satu persatu menjadi sebuah candi yang besar dan megah.
Borobudur adalah satu dari tujuh keajaiban dunia. Bentuknya berundak-undak. Terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama yang terbesar sebagai puncaknya.
Selain itu, tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa. Tembok dan dindingnya dihiasi dengan berbagai relief yang menutup seluruh permukaan seluas 2.500 meter persegi. Sepuluh tingkatan yang terpatri dalam bangunan candi Borobudur diyakini memapar filsafat mazhab Mahayana, mewakili gambaran sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
Secara struktural, bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini, patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana.
Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup dengan lubang-lubang bentuk persegi empat dalam kurungan. Dari luar, patung-patung itu masih tampak samar-samar. Namun ada sejumlah 72 stupa terbuka yang tersebar dengan masing-masing satu patung Buddha.
Unfinished Buddha
Pada puncak candi Borobudur, yaitu bagian puncak, menggambarkan ketiadaan wujud yang dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini, diduga dulu ada sebuah patung penggambaran Adibuddha. Patung yang diduga berasal dari stupa terbesar itu kini diletakkan dalam sebuah museum arkeologi, beberapa ratus meter dari candi Borobudur. Patung ini dikenal dengan nama Unfinished Buddha.
Nama Unfinished Buddha diberikan karena patung Buddha ini tampak belum selesai dikerjakan. Dugaan ketidaksiapan pembuatan patung ini ditunjukkan dalam beberapa literatur seperti: ikal rambut (salah satu ikonografi Buddha) yang tidak ada, hiasan kain (juga ikonografi Buddha) tidak tampak, salah satu bahu tangan yang lebih besar daripada bahu tangan yang lain. Pernah disebutkan bahwa patung ini ditemukan di bawah sebuah pohon di samping candi Borobudur.
Sebagai catatan tambahan, sebelum restorasi pertama 1907-1911 oleh Theodoor van Erp, di puncak candi didirikan sebuah gubuk sebagai gardu pandang. Ada kemungkinan pada masa itu patung yang belum selesai ini disingkirkan dari atas dan dipindahkan ke bawah candi.
Konstruksi dan desain relief pada Candi Borobudur memang mencerminkan karya agung para seniman di masa pembangunannya. Kemegahan itu menandingi kemegahan Angkor Vat di Kamboja, yang juga menjadi satu dari tujuh keajaiban dunia. Namun bangunan yang diperkirakan sudah berusia 1.200 ribu tahun ini belum diketahui pasti peruntukannya, namun yang pasti adalah satu peninggalan penganut agama Buddha di masa kejayaan Matarama Kuno di tahun 750-an.
Berdiri megah di Magelang, Jawa Tengah. Di sebuah lapangan bertanah datar seluas 2.500 meter persegi. Hanya berjarak 40 km ke arah Baratlaut dari Yogyakarta dan 100 km arah Baratdaya ibukota Jawa Tengah, Semarang.
Candi bertingkat sepuluh ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana. Tidak diketahui persis tahun berapa candi ini mulai dibangun, namun perkiraan ahli sekitar tahun 750-850 M. Maka, raja-raja pada Dinasti Sailendra yang dipercaya sebagai penggagas pembangunan candi Buddha terbesar di dunia itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat.
Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak. Yaitu bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Bila ditinjau dari udara, struktur Borobudur membentuk struktur mandala (formasi melingkar). Sejarawan spesialis Asia Tenggara, JG de Casparis (31 Mei 1916-19 Juni 2002) dalam salah satu disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada tahun 1950, berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan.
Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan, pendiri Borobudur adalah raja dari Dinasti Sailendra bernama Samaratungga (perkiraan tahun 824 M). Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya berkuasa yakni Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu lima puluh tahunan.
Namun perkiraan lain, pondasi Borobudur sudah dibangun sekitar tahun 750 M. Ini berdasarkan prakiraan bahwa candi Borobudur pernah dibongkar struktur dasarnya.
Bekas dasar awal itu masih terlihat dan tampak sudah diperlebar. Kemudian rancang bangunnya juga disempurnakan dengan penambahan undakan dan stupa-stupa.
Sampai akhirnya Borobudur selesai seperti tampak sekarang dengan polesan di relief, tangga batu dan lengkungan atas pintu. (berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar